Jumat, 12 Oktober 2012

Resensi Buku ‘Ayahku Bukan Pembohong’

Diposting oleh Nanda maulida di 07.47 0 komentar

Judul Buku                              : Ayahku (Bukan) Pembohong
Pengarang                               : Tere Liye
Penerbit                                   : PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman                  : 304 Halaman
Terbit                                        : April 2011

Ayahku (Bukan) Pembohong merupakan sebuah novel karya Tere Liye yang penuh dengan nilai pendidikan, tentang hubungan seorang anak dengan ayahnya. Novel yang menggunakan alur flashback ini dibuka dengan seorang kakek yang sedang berbagi cerita kepada dua orang cucunya yang bernama Zas dan Qon. Namun, Dam, ayah mereka sangat tidak suka dengan apa yang dilakukan kakek yang sejatinya adalah ayah Dam sendiri. Dam menganggap ayahnya seorang pembohong.
Dam adalah seorang anak yang dibesarkan dengan cerita-cerita yang penuh kearifan dan kesederhanaan hidup dari ayahnya. Cerita itu tidak hanya sekedar cerita tetapi juga diterapkan ke dalam kehidupan mereka sehari-hari bahkan kesederhanaan dan kejujuran yang dimiliki oleh keluarga ayah Dam terkenal di seluruh kota.
Inti dari novel ini memang cerita-cerita dari ayah Dam mulai dari kisah Sang Kapten, kisah Lembah Bukhara dengan apel emasnya dan kisah Suku Penguasa Angin dan layang-layangnya. Ayah Dam menceritakan banyak hal kepada Dam dengan syarat Dam tidak boleh menceritakannya kepada orang lain karena cerita-cerita tersebut akan menjadi rahasia mereka berdua.
Karena dibesarkan di dalam lingkungan keluarga yang sederhana, Dam tumbuh menjadi anak yang sederhana, mandiri, pantang menyerah dan tentu saja menjadi anak idaman para orang tua. Dam pun melanjutkan sekolah di Akademi Gajah, sekolah yang berbeda dengan kebanyakan anak lainnya.
Pada suatu saat, Dam sedang menjalani hukuman untuk membersihkan perpustakaan di Akademi Gajah dan tanpa sengaja dia menemukan buku bacaan yang menceritakan Lembah Bukharah dan Suku Penguasa Angin yang sama persis dengan cerita ayahnya. Berawal dari sanalah Dam mulai mempertanyakan kebenaran cerita ayahnya. Dam bertanya-tanya apakah cerita ayahnya kepadanya selama ini hanya dongeng belaka atau memang kisah hidup ayahnya yang nyata terjadi seperti yang dikatakan ayah Dam.
Dam terus hidup dalam keraguan akan keaslian cerita ayahnya yang membuatnya membenci sang ayah. Kebenciannya semakin bertambah karena sang ayahpun menularkan cerita-cerita itu kepada anak-anak Dam, cucu sang ayah. Hingga akhirnya, sebuah kejadian hebat menimpa mereka. Kejadian yang mampu membuka mata Dam bahwa ayahnya tidak pernah bohong kepadanya. Tapi sayang, kebenaran itu baru terkuak ketika sang ayah sudah berada di haribaan Sang Khaliq untuk selamanya.
Buku ini tak hanya menggugah dan membuat haru, namun buku ini mengajarkan kita tentang menata ulang pribadi menjadi yang lebih baik dan berbudi luhur, memberikan penghormatan kepada orang tua, karena bagaimana pun sikap orang tua kepada kita, sebagai seorang anak, kita layak memberikan penghormatan bagi mereka.

Kamis, 11 Oktober 2012

Metode-Metode Penyiksaan Ala Eropa

Diposting oleh Nanda maulida di 09.01 0 komentar

1. Scold's bridle
kopipasteh = Dipasang di kepala buat ngehukum para kaum wanita yang kebanyakan ngoceh. Dengan make ni alat, nggak bakal bisa ngomong apa-apa.

2. Breaking wheel


Orang yang dihukum diiket di roda, trus dicambuk, di palu, diseret, diputer-puterin, dll ampe tu orang mabok ato nggak mati

3. Iron maiden

Ni baru kalo menurut wa cara penyiksaan paling parah, orang dimasukin kedalam alat mirip sacrophagus yang di sisinya ada duri-duri dari besi. Duri-duri tersebut dirancang biar nggak mengenai organ vital, jadi pas tu pintunya ditutup, orang nggak bakal langsung mati, tapi bakal tersiksa perlahan-lahan sampe mati. Selama disiksa, orang yang dihukum diintrograsi sampai dia mati.

4. Judas Chair

Kedua paling parah nie, cewe ato cowo diposisin en diiket diatas kursi yang berbentuk piramid. Ujung dari piramid itu dimasukin ke lubang anus ato vagina cewe sampe melar, ada juga yang langsung nggak pake lama ditancepin biar yang disiksa kesakitan.

5. Pillory

Orang yang dihukum dipasang papan kayu di bagian kepalanya dan kakinya, sehingga mereka tidak bisa berkutik dan harus tetap dalam posisi tegak.

6. Rack

Orang yang dihukum diiket di sebuah rak kayu. Rak kayu tersebut memiliki roler yang ada di ujung-ujung rak kayu yang bisa diputer menyebabkan iketan tali semakin kuat. Semakin diputer, tubuh orang yang diiket semakin ketarik sehingga menyebabkan sendi-sendi tulangnya hampir putus, malah bisa sampe putus.

7. Stocks

Mirip sama pillory cuma lebih "manusiawi", hanya bagian kepala dan tangan saja yang dipasang di papan kayu, jadinya masih agak bebas dikit.

8. Spiked Chair

Seperti namanya, kursi yang dikasih tusukan-tusukan dari besi, jadi yang dihukum disuruh duduk en diiket biar nggak bisa kemana-mana, dijamin langsung ngocor dah sana-sini sekali duduk.

Gambar koleksi peralatan penyiksaan:

Torture Chamber yang sering ada di kastil-kastil eropa:

Kebanyakan peralatan diatas dipake pas jaman eropa pertengahan.

Kamis, 04 Oktober 2012

Assignment 3 : Puff, the magic dragon

Diposting oleh Nanda maulida di 09.07 0 komentar
Puff, the magic dragon lived by the sea 
And frolicked in the autumn mist in a land called Honah Lee, 
Little Jackie paper loved that rascal puff, 
And brought him strings and sealing wax and other fancy stuff. oh 

Puff, the magic dragon lived by the sea 
And frolicked in the autumn mist in a land called Honah Lee, 
Puff, the magic dragon lived by the sea 
And frolicked in the autumn mist in a land called Honah Lee. 

Together they would travel on a boat with billowed sail 
Jackie kept a lookout perched on puffs gigantic tail, 
Noble kings and princes would bow whenever they came, 
Pirate ships would lower their flag when puff roared out his name. oh! 

Puff, the magic dragon lived by the sea 
And frolicked in the autumn mist in a land called Honah Lee, 
Puff, the magic dragon lived by the sea 
And frolicked in the autumn mist in a land called Honah Lee. 

A dragon lives forever but not so little boys 
Painted wings and giant rings make way for other toys. 
One grey night it happened, Jackie paper came no more 
And puff that mighty dragon, he ceased his fearless roar. 

His head was bent in sorrow, green scales fell like rain, 
Puff no longer went to play along the cherry lane. 
Without his life-long friend, puff could not be brave, 
So puff that mighty dragon sadly slipped into his cave. oh! 

Puff, the magic dragon lived by the sea 
And frolicked in the autumn mist in a land called Honah Lee, 
Puff, the magic dragon lived by the sea 
And frolicked in the autumn mist in a land called Honah Lee.


Narrative

One upon a time, there was a magic dragon lived by the sea . The magic dragon called name 'Puff'. Puff like frolicked in the autumn mist in a land called Honah Lee.

One day, Little Jackie paper loved that rascal puff, and brought him strings and sealing wax and other fancy stuff. They Together they would travel on a boat with billowed sail. Jackie kept a lookout perched on puffs gigantic tail, noble kings and princes would bow whenever they came and pirate ships would lower their flag when puff roared out his name. oh! 


A dragon lives forever but not so little boys. Painted wings and giant rings make way for other toys. One grey night it happened, Jackie paper came no more and puff that mighty dragon, he ceased his fearless roar. 


His head was bent in sorrow, green scales fell like rain. Puff no longer went to play along the cherry lane. 
Without his life-long friend, puff could not be brave. So puff that mighty dragon sadly slipped into his cave.


Nanda Maulida H.U (21)
Widi Widiawati (32)






 

HAI NAND[A]CIL. Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting